Selasa, 24 Mei 2011

Tak Kenal Maka Tak Sayang


            Nasihat kami kepada saudaraku yang tidak kenal atau kurang kenal Syaikh Muhammad Bin Abdil Wahab: “ Hilangkanlah segala kedengkian yang menjangkit hati saudara sekalian dan kenalilah Syaikh Muhammad bin Abdil Wahhab lebih dekat dengan lapang dada, niscaya saudara akan mendapati bahwa sekarang saudara berada dalam tipuan dan kegelapan , sebagaimana banyak orang yang sadar tatkala mengenal dakwah Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahullah, padahal mereka sebelumnya sangat benci.
            Syaikh Muhammad Rasyid Ridha rahimahullah berkata: “ Pada masa kecilku, aku sering mendengar cerita wahhabiyyah dari buku-buku Dahlan dan selainya. Sayapun membenarkannya lantaran taklid kepada guru-guru kami dan nenek moyang kami. Saya baru mengenal hakikat dakwah ini setelah melakukan hijrah ke Mesir. Ternyata aku mengetahui dengan seyakin-yakinnya bahwa mereka  -Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab dan pengikutnya- berada di atas hidayah ...kemudian saya menela’ah buku-buku Syaikh Muhammad Bin Abdul Wahhab,   anak-anak dan cucu-cucunya serta ulama lainnya dari Nejed , maka saya mengetahui bahwa tidak ada sebuah tuduhan dan celaanpun yang dilontarkan kepada mereka, kecuali mereka menjawabnya. Bila tuduhan tersebut dusta, mereka akan menjawab: “ Mahasuci Engkau ya Allah , ini adalah kedustaan yang besar. “ Dan apabila tuduhan tersebut tidak benar, maka mereka menjelaskan akar permasalahannya dan membantahnya... Sesungguhnya ulama Sunnah dari India dan Yaman telah mengadakan penelitian dan penyelidikan terhadap tuduhan-tuduhan yang dilontarkan kepada Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab dan pengikutnya. Akhirnya mereka menyimpulkan bahwa para pencela tersebut tidak amanah dan tidak jujur.[1]
            Apabila Syaikh Muhammad Rasyid Ridha rahimahullah dapat tersadar dari ketidaktahuannya tentang Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab dengan sebab mengenal Syaikh Muhammad Bin Abdul Wahhab rahimahullah lebih dekat dengan hati terbuka dan menerima kebenaran, maka kami yakin bila saudara mau menerapkan cara yang sama niscaya saudara akan segera tersadar.
أَمين أمين أمين لا أرضي بواحدة # حتي أضيف إليها ألف أمين
Amin, amin, amin, tak cukup hanya sekali
            Sampai saya menambahnya hingga seribu amin[2]


[1] Muqoddimah Shiyanah Insan’an Waswasah oleh Syaikh Dahlan, hal. 9-10
[2] Nafhu Thib, 4/134.

Senin, 23 Mei 2011

pemahaman yang otentik


Pemahaman yang otentik
Yang satu pake Qur’an yang yang lain juga pake Qur’an, sama –sama Qur’an tapi isi kepalanya kok beda? Islam yang mana sih yang benar? Kira-kira beginilah pertanyaan umat muslim saat ini khususnya di tanah air. Perlu diketahui bahwa mereka yang berdalih dengan Qur’an ataupun sunnah belum tentu berada di atas kebenaran. Mengapa? Jika kita perhatikan tidak ada kelompok sesat dalam Islam yang tidak berdalih dengan Al-Qur’an. Khawarij, rofidhoh, murji’ah, mu’tazilah dan lain-lain. Masing-masing dari mereka memiliki sandaran sendiri-sendiri dalam Al-Qur’an maupun hadits. Apanya yang salah? Apakah Qur’an yang salah? Ataukah hadisnya yang salah? Al-Qur’an sudah tidak ada lagi keraguan di dalamnya bahwa ia adalah kitab yang seratus persen benar. Adapun hadis bisa jadi ada pihak-pihak yang berusaha memalsukan hadis. Namun jika seseorang menyandarkan pendapatnya di atas Al-qur’an dan hadis yang shohih apakah dia sudah benar?
            Dalil yang sudah benar belum tentu cara beristidlalnya(penarikan kesimpulannya) benar. Tulisan ringkas ini berisikan solusi dari Nabi Muhammad tentang bagaimana memahami agama ini dengan benar.
            Dalam catatan sejarah pembunuh Sayyidina Ali bin Abi Tholib yaitu Abdurrahman bin Amr Al-Kindi yang dikenal dengan Ibnu Muljam membacakan sebuah ayat ketika membunuh khalifah Ali. Ketika menebas ubun-ubun sang khalifah ia mengatakan: tidak ada hukum kecuali milik hanya milik Allah, bukan milikmu wahai Ali, bukan pula milik sahabat-sahabatmu, kemudian ia membaca  ayat:
ومن الناس من يشري نفسه ابتغاء مرضاة الله و الله رءوف بالعباد (البقرة:207)
Dan di antara manusia ada yang mengorbankan dirinya karena mencari keridhoan Allah dan Allah Maha Penyantun kepada hamba-hambaNya
Dengan ayat ini Ibnu Muljam berdalih untuk membenarkan perbuatannya membunuh Khalifah Ali. Ia menganggap pembunuhan itu adalah suatu pengorbanan yang dilakukan semata-mata untuk mengharap keridhoan Allah azza wa jalla. Namun apakah tindakan itu benar? Apakah pembunuhan terhadap sahabat Nabi ini akan mendapat ridho Allah? Sungguh cacat akal seseorang apabila mengatakan tindakan itu benar.
            Umat Islam memerlukan sebuah pemahaman yang otentik yaitu pemahaman yang murni tentang agama ini. Ilustrasinya adalah seperti mata air. Di manakah kita bisa meminum air yang paling jernih? Apakah air yang jernih kita dapati dengan jarak yang berkilo-kilo dari  sumbernya? Tentunya jika ingin mengambil air yang paling jernih, kita harus mengambilnya dari  sumber yang terdekat dari sumbernya. Sekarang, siapakah orang-orang yang paling dekat dengan sumber agama ini( Al-Qur’an dan Sunnah)? Mungkinkah orang yang lahir berabad-abad setelah Rosulullah wafat lebih mengetahui dan lebih paham tentang ayat Al-Qur’an daripada mereka yang dididik langsung oleh Rosulullah? Tidak pernah kita dapatkan air yang di hilir lebih jernih dari air yang terdekat dengan sumbernya. Maka di sini pemahaman yang paling otentik dan murni adalah pemahaman para sahabat Nabi. Para sahabat Nabi adalah orang-orang yang menyaksikan langsung proses turunnya wahyu. Merekalah yang mengetahui sebab turunnya suatu ayat dan berkaitan dengan peristiwa apa ayat itu turun. Merekalah yang paling mengetahui maksud suatu ayat maupun hadis, karena Rosulullah lah yang mengajarkan secara langsung agama ini kepada mereka. Ketika mereka salah dalam suatu pemahaman, Rosullullah langsung menegur dan meluruskan kesalahan mereka. Inilah pemahaman yang wajib kita ikuti, pemahaman yang murni yang direkomendasikan oleh Allah dalam firmanNya:
و السابقون الأولون من المهاجرين و الأنصار والذين اتبعوهم بإحسان رضي الله عنهم و رضوا عنه و أعد لهم جنات تجري تحتها الأنهار خالدين فيها أبدا ذلك الفوز العظيم (التوبة: 100)
Orang-orang yang terdahulu yang pertama-tama( masuk Islam) dari golongan muhajirin dan anshor dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan ihsan, Allah ridho kepada mereka dan mereka pun ridho kepada Allah, dan Allah menyediakan bagi mereka surga-surga yang mengalir sungai-sungai di dalamnya selama-lamanya, mereka kekal di dalamnya dan itulah kemengangan yang besar.
            Apa kaitan ayat di atas dengan rekomendasi Allah untuk mengikuti pemahaman para sahabat?
Kaitannya adalah pada ayat tersebut Allah meridhoi tiga golongan dan menyiapkan surgaNya bagi mereka, yang mana mereka kekal di dalamnya. Ketiga golongan tersebut adalah:
1.      Kaum Muhajirin
2.      Kaum Anshor
3.      Pengikut mereka dengan ihsan
Pertanyaannya , apakah kita termasuk golongan muhajirin? Apakah kita termasuk golongan anshor? Jawabannya TIDAK, BUKAN. Karena kedua golongan itu adalah generasi sahabat yang hidup di zaman Nabi. Kita tidak punya kesempatan untuk meraih kemenangan yang dijanjikan Allah dalam ayat tersebut kecuali kesempatan yang ketiga yaitu mengikuti jejak mereka. Mengikuti jejak mereka dalam hal apa? Berpakaian? Mode? Teknologi? Peradaban? Tentunya tidak dan bukan itu yang dimaksud. Mengikuti jejak mereka yang dimaksud tidak lain  adalah dalam hal pemahaman agama, aqidah(keyakinan) mereka, keimanan mereka, praktek dan cara beragama mereka. Ini yang dimaksud. Dan mengikuti pemahaman para sahabat yang murni ini hukumnya wajib. Jika kita tidak mengikuti pemahaman mereka kemudian mencari jalan lain dalam beragama akibatnya adalah seperti yang Allah janjikan dalam ayat berikut :
و من يشاقق الرسول من بعد ما تبين له الهدى و يتبع غير سبيل المؤمنين نوله ما تولي ونصله جهنم و ساءت مصيرا (النساء:115)
Dan barang siapa yang menentang Rosul sesudah jelas kebenaran baginya, dan mengikuti jalan yang bukan jalan orang-orang mukmin Kami biarkan ia leluasa dengan kesesatan yang telah dikuasainya itu dan Kami masukkan ia ke dalam jahannam dan jahannam itu seburuk-buruk tempat kembali.
            Apa kaitan ayat ini dengan kewajiban mengikuti pemahaman para sahabat? Toh ayat ini jelas-jelas tidak menyebutkan sahabat.
Perhatikan kembali ayat ini! Dalam ayat ini Allah menyebutkan dua perbuatan tercela dan dua akibat bagi mereka yang melakukannya. Adapun dua perbuatan tercela itu adalah:
1.      Menentang Rosulullah setelah kebenaran jelas-jelas ada di depan matanya.
2.      Mencari-cari jalan dan mengikuti jalan selain jalan yang ditempuh orang-orang mukmin.
Dan dua akibat dari perbuatan tersebut adalah :
1.      Allah biarkan si pelaku berada dalam kesesatan yang diikutinya itu.
2.      Allah menyiapkan neraka jahannam sebagai tempat kembalinya nanti.
Yang ingin digaris bawahi adalah poin nomor dua yaitu “jalan yang ditempuh orang mukmin” siapakah orang mukmin pada ayat di atas? Ketika ayat ini turun adakah orang mukmin di muka bumi ini selain para sahabat? Siapakah yang pertama kali beriman kepada Allah dan RosulNya/ siapakah yang pertama kali beriman ketika Rosulullah menyampaikan risalah kenabiannya? Jelas-jelas jawabannya adalah para sahabat. Siapa lagi kalau bukan mereka. Dan ayat ini jelas-jelas memerintahkan kita untuk mengikuti jejak mereka dalam beragama.
            Selain generasi sahabat, Rosulullah juga telah merekomendasikan dua generasi lagi setelahnya untuk diikuti pemahamannya yaitu generasi tabi’in dan generasi atba’ut tabi’in. Inilah tiga generasi awal keislaman yang Rosulullah rekomendasikan agar kita mengikuti pemahaman mereka dalam beragama. Beliau bersabda:
خير الناس قرني ثم الذين يلونهم ثم الذين يلونهم ثم يجيء قوم تسبق شهادة أحدهم يمينه ويمينه شهادته (متفق عليه)
Sebaik-baik umat manusia adalah( mereka yang hidup) di zamanku kemudian generasi setelahnya lalu generasi setelahnya kemudian akan datang setelahnya suatu kaum yang kesaksiannya mendahului sumpahnya serta sumpahnya mendahului kesaksiannya (muttafaq alaih)
            Dalam hadis di atas Rosulullah mengabarkan bahwa sebaik-baik umat adalah generasi beliau yaitu generasi para sahabat. Sebaik-baik umat dalam hal apa? Di atas sudah dijelaskan bahwa sebaik-baik umat dalam hal keimanan, pemahaman, agama, amal ibadah, dan hal-hal yang bersifat ukhrowi. Bukan dalam hal-hal yang sifatnya duniawi. Je;as kita ketahui teknologi pada zaman itu tidak seperti pada zaman ini. Generasi selanjutnya adalah generasi tabi’in lalu atba’ut tabi’in. kemudian Rosulullah mengabarkan bahwa setelah tiga generasi tersebut akan ada suatu kaum yang tidak dapat dipegang amanahnya. Rosulullah mensifati mereka dengan kesaksian yang didahului sumpah atau sebaliknya. Sifat ini menunjukkan ketidak konsistenannya kaum tersebut dalam memegang amanah. Di saat tertentu mereka bersumpah terlebih dahulu dan di saat yang lain mereka bersaksi dulu baru bersumpah. Seakan-akan ini adalah isyarat bahwa setelah tiga periode tersebut kebohongan terhadap agama ini semakin merajalela.
            Setalah mengetahui petunjuk Nabi dalam memahami agama ini, maka tunggu apa lagi? Kesempatan kita untuk mentaati perintah Rosulullah hanya sekali kalau bukan sekarang kapan lagi. Apa nunggu disiksa di neraka dulu???????? Itu sudah terlambat. Pemahaman mereka sudah terbukti benar. Di antara buktinya : rekomendasi Allah dan RosulNya dan kemenangan-kemenangan yang diraih pada masa awal keislaman. 
           


              

kaidah ilmu dan amal


Kaidah Ilmu dan Amal
Imam Bukhari rahimahullah menyusun suatu bab di dalam Shahihnya pada kitab Al-Ilmi. Bab tersebut beliau namakan "Babul Ilmi Qoblal Qouli Wal Amali" artinya Bab ilmu sebelum perkataan dan perbuatan. Kemudian beliau membawakan firman Allah azza wa jalla sebagai pembuka bab ini:
فَاعْلَمْ أَنَّهُ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ (محمد: 19)
"Ketahuilah bahwasanya tidak ada ilah(yang patut disembah) melainkan Allah.(QS. Muhammad: 19)
Apa yang dimaksud Imam Bukhari dari judul bab tersebut?  Ibnu Munir mengatakan sebagaimana dinukilkan oleh Syaikhul Islam Al-Hafidz Ibnu Hajar dalam Fathul Bari penjelasan Shahih Bukhari:
"Beliau—yakni Bukhari—menginginkan bahwasanya ilmu merupakan syarat sahnya perkataan dan perbuatan[1].
Maka setelah beliau membawakan ayat tersebut, beliau—rahimahullah—berkata: "maka Allah memulainya dengan ilmu". Yaitu Allah subhanahu wa ta'ala memerintahkan kepada umat muslim—meskipun seruan tersebut ditujukan kepada Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa salam—agar mereka mengetahui bahwasanya tidak ada ilah yang berhak disembah selain Allah, lalu kemudian Allah ta'ala memerintahkan untuk beramal(istighfar). Dari ini semua, maka seorang muslim haruslah melandasi amal perbuatan serta perkataan mereka dengan ilmu terlebih dahulu[2] sebelum mereka beramal. Kaidah inilah yang berlaku dalam agama ini.
            Kemudian, sudah menjadi kesepakatan bahwa amal perbuatan yang paling utama dalam agama ini adalah mentauhidkan Allah subhanahu wa ta'ala. Maka berdasarkan ayat dan kaidah di atas wajiblah bagi kita untuk memiliki ilmu dalam mentauhidkan Allah subhanahu wa ta'ala. Oleh karena itu mentauhidkan Allah tidak terlepas dari mentauhidkan-Nya secara ilmu(ma'rifatullah) dan mentauhidkan-Nya secara amal(ibadah). Maka dapat kita katakan bahwa tauhid ada dua jenis yaitu:
1. Tauhid Ilmi
2. Tauhid Amali

Tauhid Ilmi
Mengenal dan mengetahui hakekat sesuatu, tidak lepas dari tiga cara,yaitu:
Cara pertama: dengan melihatnya atau dengan panca indera yang lain secara   langsung kepada objek yang ingin diketahui. Contoh: ketika kita ingin mengetahui apa sih itu gunung? Maka kita pergi untuk melihatnya langsung, dengan demikian kita dapat mengetahui apa itu gunung. Atau bagaimana suara kicau burung Prenjak misalnya, kita dengarkan langsung bagaimana suara kicaunya.
Cara kedua: dengan melihat kepada objek yang serupa dengan objek yang ingin kita ketahui. Contohnya: kita tidak mendapati di tanah air kita pohon kurma. Meskipun ada, hal itu sangat jarang sekali kita dapati. Maka mereka yang sudah melihat langsung pohon kurma akan mengatakan: dia mirip seperti pohon kelapa. Dengan demikian ada sedikit pencitraan dalam memori kita tentang pohon kurma.
Cara ketiga: mengetahuinya melalui kabar atau pencitraan objek yang ingin kita ketahui. Dapat dengan menyebutkan sifat-sifatnya atau karakteristiknya. Contoh: kita belum pernah melihat Imam Bukhari rahimahullah, bagaimana kita mengatahui kalau beliau itu pernah ada. Kita mengetahuinya dari kabar yang diriwayatkan para ulama dari zaman beliau hingga sekarang.
            Nah dari ketiga cara di atas untuk mengenal Rabb kita—Dzat  Yang Maha Agung—kita  tidak mungkin mengetahuinya dengan cara yang pertama karena kita tidak dapat melihat Allah. Firman Allah ta'ala kepada Nabi Musa 'alaihi salam:
 لَنْ تَرَانِي
"Kamu sekali-kali tidak akan dapat melihatku"
Allah mengisahkannya dalam Al-Qur'an surah Al-A'raf ayat: 143. Yaitu ketika Nabi Musa 'alaihis salam memohon untuk dapat melihat Allah. Kemudian cara kedua, kita juga tidak dapat menempuhnya untuk mengetahui dan mengenal Allah, karena tidak ada suatu apapun yang serupa dengan Allah. Firman Allah ta'ala:
لَيْسَ كَمِثْلِهِ شَيْءٌ وَهُوَ السَّمِيعُ الْبَصِير(الشورى:11)
Tidak ada sesuatu apapun yang serupa dengan-Nya. Dan Dia Maha Mendengar lagi Maha Melihat(QS.Asy-Syura:11)
Maka kita tidak memiliki cara lain untuk mengetahui keterangan tentang Allah kecuali dengan cara ketiga yaitu dengan apa yang dikabarkan Allah subhanahu wa ta'ala dalam kitab-Nya dan apa yang dikabarkan Rasulullah shallallahu 'alaihi wa salam dalam sunnahnya. Mengapa demikian? Karena tidak ada yang mengetahui Allah melebihi Allah sendiri dan tidak ada diantara makhluk Allah yang lebih mengetahui Allah daripada Rasulullah shallallahu 'aalaihi wa salam.   
Jika kita teliti dengan seksama ayat-ayat dan hadits yang menyebutkan tentang  Allah selalu menyinggung tiga hal yaitu; perbuatan-Nya, nama-nama-Nya dan sifat-sifat-Nya. Berkenaan dengan hal-hal yang dilakukan oleh Allah, wajib bagi kita untuk meyakini bahwa perbuatan tersebut adalah hak mutlak milik Allah, hanya Allahlah yang dapat melakukannya. Seperti menciptakan, mengatur alam semesta, menghidupkan, mematikan makhluknya, memberi rizki dan lain sebagainya. Konsep inilah yang disebut tauhid rububiyyah, yaitu mentauhidkan Allah di dalam hal yang berkenaan dengan kekuasaan dan perbuatan-Nya. Kemudian berkenaan dengan nama-nama dan sifat-sifat-Nya, wajib bagi kita untuk menetapkan dan mengimani bahwa nama-nama dan sifat-sifat tersebut ada pada Dzat Allah sebagaimana yang Allah tetapkan dalam Al-Qur'an dan sebagaimana yang ditetapkan oleh Rasulullah shallallahu 'alaihi wa salam dalam sunnahnya dengan tidak mengubah maknanya(tahrif), tidak mengingkarinya(ta'thil), tidak menyerupakannya dengan nama-nama dan sifat-sifat makhluk(tasybih), dan tidak menafsirkannya kepada makna yang batil(ta'wil). Konsep inilah yang disebut tauhid asma' wa sifat. Dari sini kita dapat mengetahui bahwa tauhid ilmi ini terbagi menjadi dua yaitu:
1. Tauhid Rububiyyah
2. Tauhid Asma' wa Sifat.
Sebagian ulama tidak membagi tauhid ilmi menjadi dua akan tetapi tetap menjadikannya di dalam satu pengertian karena pada dasarnya tauhid rububiyah dan asma' wa sifat bertujuan untuk mengenal dan menunjukkan keesaan Allah ta'ala. Sehingga mereka menamakan tauhid ilmi ini dengan tauhid ma'rifah.

Tauhid Amali    
Mengenal saja tidak cukup, mengetahui dan menghafal nama-nama-Nya saja tidak cukup. Seorang ibu yang mencintai anaknya akan melakukan sesuatu pada anaknya sebagai wujud rasa cintanya, ibu tersebut akan merawatnya, mendidiknya, menyusui, dan lain sebagainya. Hal ini ia lakukan karena dia tahu bahwa dia mencintai anaknya. Apakah cukup bagi seorang ibu hanya mengucapkan aku cinta kepada anakku, namun dia tidak melakukan apa-apa sebagai wujud rasa cintanya?. Jika ini terjadi antara makhluk yang satu dengan makhluk yang lain. Lantas bagaimanakah kewajiban makhluk atas Khaliknya. Ya, ketika kita sudah mengetahui, meyakini keesaan Allah dalam hal rububiyah-Nya serta asma' wa sifat-Nya. Kewajiban kita adalah menyembah-Nya dan tidak menyembah selain-Nya.  Mengikhlaskan seluruh amal ibadah kita hanya kepada-Nya, dan tidak mempersembahkan kepada selain-Nya. Konsep inilah yang disebut tauhid uluhiyah atau tauhid ibadah, atau tauhid amali. Mentauhidkan Allah sebagai satu-satunya sesembahan, tidak menyembah kepada selain-Nya. Tauhid ini adalah kosekwensi dari tauhid rububiyah dan asma' wa sifat, wujud relisasi dalam amal perbuatan setelah mengetahui dan meyakini keesaan Allah. Dengan demikian sempurnalah seseorang untuk sebagai seorang Islam. Mengapa demikian?
Sebagai contoh: umat Nasrani meyakini Allah sebagai Tuhan mereka, pencipta alam semesta—mentauhidkan Allah dalam hal rububiyah-Nya—,namun  mereka tidak menjadikan Allah sebagai satu-satunya sesembahan—tidak mentauhidkan Allah dalam hal uluhiyah-Nya—. Mereka menyembah bersama Allah Isa dan Ruh Qudus. Apakah mereka bisa atau berhak dikatakan Muslim. Bukti yang jelas adalah apa yang dikabarkan Allah di dalam Al-Qur'an tentang kaum musyrikin:
وَلَئِنْ سَأَلْتَهُمْ مَنْ خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ لَيَقُولُنَّ اللَّهُ قُلْ أَفَرَأَيْتُمْ مَا تَدْعُونَ مِنْ دُونِ اللَّهِ إِنْ أَرَادَنِيَ اللَّهُ بِضُرٍّ هَلْ هُنَّ كَاشِفَاتُ ضُرِّهِ أَوْ أَرَادَنِي بِرَحْمَةٍ هَلْ هُنَّ مُمْسِكَاتُ رَحْمَتِهِ قُلْ حَسْبِيَ اللَّهُ عَلَيْهِ يَتَوَكَّلُ الْمُتَوَكِّلُونَ (الزمر: 38)
"Apabila engkau(wahai Muhammad) bertanya kepada mereka(kaum musyrikin) siapa yang menciptakan langit dan bumi. Mereka akan mengatakan: Allah. Katakan kepada mereka(hai Muhammad)! Apakah kamu tidak memperhatikan kepada apa yang kamu sembah selain daripada Allah? Jika Allah menginginkan untuk menimpakan suatu musibah,  apakah sesembahan kalian itu dapat mencegahnya?. Atau apakah jika Allah menginginkan suatu rahmat, apakah sesembahan kalian itu dapat mencegahnya? Katakanlah Hasbiyallah, hanya kepada Allah orang-orang yang bertawakal itu berserah diri.( Az-Zumar: 38)
Imam Ibnu Katsir mengatakan tentang tafsir ayat ini: bahwa mereka orang-orang musyrik mengakui Allah sebagai Tuhan Yang menciptakan namun bersamaan dengan pengakuan mereka mereka menyambah kepada selain-Nya[3]. Ayat ini cukup untuk membuktikan bahwa tauhid rububiyah saja tidak cukup, mengetahui dan mengakui saja tidak cukup harus ada wujud realisasinya dalam bentuk amal perbuatan(tauhid uluhiyyah).




[1] Fathul Bari, karya Syaikhul Islam Ibnu Hajar Al 'Asqalani, juz 1 hal: 283
[2] Ibit.
[3] Tafsir Ibnu Katsir, tafsir surah Az-Zumar: 38

TIGA LANDASAN UTAMA

MENGENAL ALLAH
Azza wa Jalla

          Apabila anda ditanya : siapakah Tuhanmu?, Maka katakanlah: Tuhanku adalah Allah yang telah memelihara diriku dan memelihara semesta alam ini dengan segala ni’mat yang dikaruniakannya. Dan Dialah sembahanku, tiada bagiku sesembahan yang haq selain Dia.

         

Allah Ta’ala berfirman :
 ]الحمد لله رب العالمين[.
“Segala puji hanya milik Allah Pemelihara semesta alam.” (QS. Al-fatihah : 1).

          Semua yang ada selain Allah disebut alam, dan aku adalah bagian dari semesta alam ini.
          Selanjutnya, jika anda ditanya : melalui apa anda mengenal Tuhan? Maka hendaklah anda jawab : melalui tanda-tanda kekuasaan-Nya dan melalui ciptaan-Nya. Diantara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah : malam, siang, matahari dan bulan. Sedang diantara ciptaan-Nya ialah : tujuh langit dan tujuh bumi beserta segala makhluk yang ada di langit dan di bumi serta yang ada di antara keduanya.

 ]ومن آياته الليل والنهار والشمس والقمر لا تسجدوا للشمس ولا للقمر واسجدوا لله الذي خلقهن إن كنتم إياه تعبدون[.
“Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah malam, siang, matahari, dan bulan. Janganlah kamu bersujud kepada matahari dan janganlah (pula kamu bersujud) kepada bulan, tetapi bersujudlah kepada Allah yang menciptakannya, jika kamu banar-benar hanya kepadanya beribadah.” (QS.  fussilat : 37).

Dan firmanNya :
 ]إِنَّ رَبَّكُمُ اللّهُ الَّذِي خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالأَرْضَ فِي سِتَّةِ أَيَّامٍ ثُمَّ اسْتَوَى عَلَى الْعَرْشِ يُغْشِي اللَّيْلَ النَّهَارَ يَطْلُبُهُ حَثِيثًا وَالشَّمْسَ وَالْقَمَرَ وَالنُّجُومَ مُسَخَّرَاتٍ بِأَمْرِهِ أَلاَ لَهُ الْخَلْقُ وَالأَمْرُ تَبَارَكَ اللّهُ رَبُّ الْعَالَمِينَ[(54) سورة الأعراف.
“Sesungguhnya Tuhanmu ialah Allah yang telah menciptakan langit dan bumi dalam enam masa, kemudian Dia bersemayam di atas ‘Arsy. Dia menutupkan malam kepada siang, senantiasa mengikutinya dengan cepat. Dan Dia (ciptakan pula) matahari dan bulan serta bintang-bintang (semuanya) tunduk kepada perintah-Nya. Ketahuilah hanya hak Allah mencipta dan memerintah itu. Maha suci Allah Tuhan semesta alam.” (surah Al-A’raf : 54).
         
Tuhan inilah yang haq untuk disembah. Dalilnya, firman Allah Ta’ala:
 ]يا أيها الناس اعبدوا ربكم الذي خلقكم والذين من قبلكم لعلكم تتقون  الذي جعل لكم الأرض فراشا والسماء بناء وأنزل من السماء ماء فأخرج به من الثمرات رزقا لكم فلا تجعلوا لله أندادا وأنتم تعملون [.
“Wahai manusia! Sembahlah Tuhanmu yang telah menciptakan kamu dan orang-orang yang sebelum kamu, agar kamu bertakwa. (Robb) yang telah menjadikan untukmu bumi ini sebagai hamparan dan langit sebagai atap, serta menurunkan (hujan) dari langit, lalu dengan air itu Dia menghasilkan segala buah-buahan sebagai rizki untukmu. Karena itu, janganlah kamu mengangkat sekutu-sekutu bagi Allah, padahal kamu mngetahui.” (surah Al-Baqarah: 21-22).

Ibnu katsir ([1]) Rahimahullahu Ta’ala, mengatakan : hanya pencipta segala sesuatu yang ada inilah yang berhak dengan segala macam ibadah([2]).
          Dan macam-macam ibadah yang diperintahkan Allah itu, antara lain: Islam ([3]), Iman, Ihsan, do’a, khauf (takut), raja’ (pengharapan), tawakkal, raghbah (penuh minat), rahbah (cemas), khusyu’ (tunduk), khasyyah (takut), inabah (kembali kepada Allah), isti’anah (memohon pertolongan), isti’azah (memohon perlindungan), istighatsah (memohon pertolongan untuk dimenangkan atau diselamatkan), dzabh (menyembelih), nazar, dan macam-macam ibadah lainnya yang diperintahkan oleh Allah.

          Allah Subahanahu wata’ala berfirman :

 ]وأن المساجد لله فلا تدعوا مع الله أحدا[.
“Dan sesungguhnya masji-masjid itu adalah kepunyaan Allah, karena itu, janganlah kamu menyembah seseorang pun di dalamnya di samping (menyembah Allah).” (QS.  Al-Jin: 18).

Karena itu, barangsiapa yang menyelewengkan ibadah tersebut untuk selain Allah, maka ia adalah musyrik dan kafir. Firman Allah Ta’ala :
 ]ومن يدع مع الله إلها آخر لا برهان به فإنما حسابه عند ربه  إنه لا يفلح الكافرون[.
“Dan barangsiapa menyembah sesembahan yang lain di samping (menyembah) Allah, padahal tidak ada satu dalilpun baginya tentang itu, maka benar-benar balasannya ada pada Tuhannya. Sungguh tiada beruntung orang-orang kafir itu.” (QS. Al-Mu’minun: 117).

Dalil macam-macam ibadah:
1.     Dalil do’a :
firman Alah Ta’ala :
 ]وقال ربكم ادعوني أستجب لكم  إن الذين يستكبرون عن عبادته سيدخلون جهنم داخرين[.
“Dan Tuhanmu berfirman : ‘Berdo’alah kamu kepadaku niscaya akan Ku perkenankan bagimu’. Sesungguhnya, orang-orang yang enggan untuk beibadah kepadaKu pasti akan masuk neraka dalam keadaan hina.” (QS. Ghafir: 60).

          Dan diriwayatkan dalam hadits :
" الدعاء مخ العبادة ".
          “Do’a itu adalah sari ibadah  ([4]).

2.     Dalil khauf (takut) :
Firman Allah Ta’ala :
 ]فلا تخافوهم وخافوني إن كنتم مؤمنين[.
“Maka janganlah kamu takut kepada mereka, tetapi takutlah kepadaKu, jika kamu benar-benar orang yang beriman.” (QS. Ali Imran: 175).

3.     Dalil Raja’ (pengharapan) :
Firman Allah Ta’ala :
 ]فمن كان يرجوا لقاء ربه فليعمل عملا صالحا ولا يشرك بعبادة ربه أحدا[.
“Untuk itu, barangsiapa yang mengharap perjumpaan dengan Robbnya, maka hendaklah ia mengerjakan amal shaleh dan janganlah mempersekutukan seorangpun dalam beribadah kepada Robb-Nya.” (QS.  Al-Kahfi: 110).

4.     Dalil Tawakkal (berserah diri) :
Firman Allah Ta’ala :
 ]وعلى الله فتوكلوا إن كنتم مؤمنين[.
‘Dan hanya kepada Allah-lah kamu betawakkal, jika kamu benar-banar orang yang beriman.” (QS.  Al-Maidah : 23).

Dan firmannya :
 ]ومن يتوكل على الله فهو حسبه [.
“Dan barangsiapa yang bertawakkal kepada Allah maka Dialah Yang Mencukupinya.” (QS.  Ath-Thalaq : 3).

5.     Dalil Raghbah (penuh minat), rahbah (cemas) dan khusyu’ (tunduk) ;
Firman Allah Ta’ala :
 ]إنهم كانوا يسارعون في الخيرات ويدعوننا رغبا ورهبا وكانوا لنا خاشعين[.
“Sesungguhnya mereka itu senantiasa berlomba-lomba dalam (mengerjakan) kebaikan-kebaikan serta mereka berdo’a kepada Kami dengan penuh minat (kepada rahmat Kami) dan cemas (akan siksa Kami), sedang mereka itu selalu tunduk hanya kepada Kami.” (QS. Al-Anbiya’ : 90).

6.     Dalil khasy-yah (takut) :
Firman Allah Ta’ala :
 ]فلا تخشوهم واخشوني[.
“Maka janganlah kamu takut kepada mereka, tetapi takutlah kepada-Ku.” (QS.  Al-Baqarah : 150).

7.     Dalil inabah (kembali kepada Allah) :
Firman Allah Ta’a’ala :
 ]وأنيبوا إلى ربكم وأسلموا له من قبل أن يأتيكم العذاب ثم لا تنصرون[.
“Dan kembalilah kepada Robb kalian serta berserah dirilah kepada-Nya (dengan mentaati perintah-Nya) sebelum datang azab kepadamu, kemudian kamu tidak  dapat tertolong lagi.” (QS. Az-Zumar : 54).

8.     Dalil isti’anah (memohon pertolongan) :
Firman Allah Ta’ala :
 ]إياك نعبد وإياك نستعين[.
“Hanya kepada Engkau-lah kami beribadah dan hanya kepada Engkau-lah kami memohon pertolongan.” (QS. Al-Fatihah : 4).

Dan diriwayatkan dalam hadits :
" إذا استعنت فاستعن بالله ".
“Apabila kamu mohon pertolongan, maka memohonlah pertolongan kepada Allah”  ([5]) .

9.     Dalil isti’adzah (memohon perlindungan) :
Firman Allah Ta’ala :
 ]قل أعوذ برب الفلق[.
“Katakanlah : Aku berlindung kepada Robb Yang Menguasai subuh.” (QS. Al-Falaq : 1).

Dan firmanNya :
 ]قل أعوذ برب الناس. ملك الناس[.
“Katakanlah : ‘Aku berlindung kepada Robb Manusia, Penguasa manusia.” (QS.  An-Nas : 1-2).

10.                        Dalil istighatsah (memohon pertolongan untuk dimenangkan atau diselamatkan) :
Firman Allah Ta’ala :
 ]إذ تستغيثون ربكم فاستجاب لكم[.
“(Ingatlah) tatkala kamu memohon pertolongan kepada Robb kalian untuk dimenangkan (atas kaum musyrikin), lalu diperkenankan-Nya bagimu.” (QS.  Al-Anfal : 9).

11.                        Dalil dzabh (menyembelih) :
Firman Allah Ta’ala :
 ]قل إن صلاتي ونسكي ومحياي ومماتي لله رب العالمين. لا شريك له وبذلك أمرت وأنا أول المسلمين[.
“Katakanlah : ‘Sesunggunya shalatku, sembelihanku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah Robb semesta alam, tiada sesuatupun sekutu bagi-Nya. Demikianlah yang diperintahkan kepadaku dan aku adalah orang-orang yang pertama kali berserah diri (kepadanya).” (QS.  Al-An’am: 162-163).

Dan dalil dari sunnah :                                                                                  
" لعن الله من ذبح لغير الله ".
“Allah melaknat orang yang menyembelih (binatang) bukan karena Allah” ([6]).

12.                        Dalil nadzar :
Firman Allah Ta’ala :
 ]يوفون بالنذر ويخافون يوما كان شره مستطيرا[.
“Mereka menunaikan nadzar dan takut akan suatu hari yang siksaannya merata di mana-mana.” (QS.  Al-Insan : 7).

MENGENAL ISLAM

          Islam, ialah berserah diri kepada Allah dengan tauhid dan tunduk kepada-Nya dengan  penuh kepatuhan pada segala perintah-Nya serta menyelamatkan diri dari perbuatan syirik dan orang-orang yang berbuat syirik.
          Dan agama Islam, dalam pengertian tersebut mempunyai tiga tingkatan, yaitu : Islam, Iman dan Ihsan; masing-masing tingkatan ada rukun-rukunnya.

Tingkatan pertama : Islam.

          Adapun tingkatan Islam, rukunnya ada lima :
1.     Syahadat (pengakuan dengan hati dan lisan) bahwa : “Laa Ilaaha Illallaah – Muhammad Rasulullah” (tiada sesembahan yang haq selain Allah dan Muhammad adalah utusan Allah).
2.     Mendirikan shalat.
3.     menunaikan zakat.
4.     puasa pada bulan Ramadhan.
5.     dan Haji ke Baitullah Al-Haram.

Dalil syahadat :
Firman Alah Ta’ala :
 ]شهد الله أنه لا إله إلا هو والملائكة وأولو العلم قائما بالقسط لا إله إلا هو العزيز الحكيم[.
“Allah menyatakan bahwa tiada sesembahan (yang haq) selain Dia, dengan senantiasa menegakkan keadilan. (juga menyatakan yang demikian itu) para Malaikat dan orang-orang yang berilmu. Tiada sesembahan (yang haq) selain dia, Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (QS.  Ali-Imran : 18).

“Laa Ilaaha Illallah”, artinya : tiada sesembahan yang haq selain Allah.

Syahadat ini mengandung dua unsur. Menolak dan menetapkan. “La Ilaaha”, adalah menolak segala sembahan selain Allah, “Illallah”, adalah menetapkan bahwa ibadah (penghambaan) itu hanya untuk Allah semata, tiada sesuatu apapun yang boleh dijadikan sekutu di dalam ibadah kepada-Nya, sebagaimana tiada sesuatu apapun yang boleh dijadikan sekutu di dalam kakuasaan-Nya.
Tafsir makna syahadat tersebut diperjelas oleh firman Allah Ta’ala:
 ]وَإِذْ قَالَ إِبْرَاهِيمُ لِأَبِيهِ وَقَوْمِهِ إِنَّنِي بَرَاء مِّمَّا تَعْبُدُونَ (26) إِلَّا الَّذِي فَطَرَنِي فَإِنَّهُ سَيَهْدِينِ (27) سورة الزخرف وَجَعَلَهَا كَلِمَةً بَاقِيَةً فِي عَقِبِهِ لَعَلَّهُمْ يَرْجِعُونَ[ سورة الزخرف.
“Dan (ingatlah) ketika Ibrahim berkata kepada bapaknya dan kepada kaumnya : ‘Sesungguhnya aku menyatakan lapas diri dari segala yang kamu sembah, kecuali Tuhan yang telah menciptakanku, kerena sesungguhnya Dia akan memberiku petunjuk. ‘Dan (Ibrohim) mejadikan kalimat tauhid itu kalimat yang kekal pada keturunannya supaya mereka senantiasa kembali (kepada tauhid).” (QS. Az-Zukhruf : 26-28).

Dan firman Allah Ta’ala :
 ]قل يا أهل الكتاب تعالوا إلى كلمة سواء بيننا وبينكم ألا نعبد إلا الله ولا نشرك به شيئا ولا يتخذ بعضنا بعضا أربابا من دون الله فإن تولوا فقولوا اشهدوا بأنا مسلمون[.
“Katakanlah (Muhammad) : ‘Hai Ahli Kitab! Marilah kamu kepada suatu kalimat yang tidak ada perselisihan antara kami dan kamu, yaitu : hendaklah kita tidak menyembah selain Allah dan tidak mempersekutukan sesuatu apapun dengan-Nya serta janganlah sebagian kita menjadikan sebagian yang lain sebagai Tuhan selain Allah’. Jika mereka berpaling, maka katakanlah kepada mereka : ‘Saksikanlah, bahwa kami adalah orang-orang yang muslim (menyerah diri kepada Allah).” (QS.  Ali Imran : 64).

          Adapun dalil syahadat bahwa Muhammad itu Rasulullah, adalah firman Allah Ta’ala :
 ]لَقَدْ جَاءكُمْ رَسُولٌ مِّنْ أَنفُسِكُمْ عَزِيزٌ عَلَيْهِ مَا عَنِتُّمْ حَرِيصٌ عَلَيْكُم بِالْمُؤْمِنِينَ رَؤُوفٌ رَّحِيمٌ[ (128) سورة التوبة.
          “Sungguh telah datang kepadamu seorang Rasul dari kalangan kamu sendiri, terasa berat olehnya penderitaanmu, sangat mengiginkan (keimanan dan keselamatan) untukmu, amat belas kasih lagi penyayang kepada orang-orang yang beriman.” (QS.  At-Taubah : 128).

Syahadat bahwa Muhammad adalah Rasulullah, berarti : mentaati apa yang diperintahkannya, membenarkan apa yang diberitakannya, menjauhi apa yang dilarang serta dicegahnya, dan beribadah kepada Allah dengan apa yang disyariatkannya.

          Dalil shalat, zakat dan tafsir kalimat tauhid :
Firman Allah Taala :
 ]وما أمروا إلا ليعبدوا الله مخلصين له الدين حنفاء ويقيموا الصلاة ويؤتوا الزكاة وذلك دين القيمة[.
“Padahal mereka tidaklah diperintahkan kecuali supaya beribadah kepada Allah, dengan memurnikan ketaatan kapada-Nya lagi bersikap lurus, dan supaya mereka mendirikan shalat serta mengeluarkan zakat. Demikian itulah tuntunan agama yang lurus.” (QS.  Al-Bayyinah : 5).



Dalil shiyam :
Firman Allah Ta’ala :
 ]يا أيها الذين آمنوا كتب عليكم الصيام كما كتب على الذين من قبلكم لعلكم تتقون[.
“Wahai orang-orang yang beriman! Diwajibkan kepada kamu untuk melakukan shiyam, sebagaimana telah diwajibkan kapada orang-orang sebelum kamu, agar kamu bertakwa.” (QS. Al-Baqarah : 183).

Dalil Haji :
Firman Allah Ta’ala :
 ]ولله على الناس حج البيت من استطاع إليه سبيلا ومن كفر فإن الله غني عن العالمين[.
“Dan hanya untuk Allah, wajib bagi manusia melakukan haji, yaitu (bagi) orang yang mampu mengadakan perjalanan ke Baitullah. Dan barangsiapa yang mengingkari (kewajiban haji), maka sesungguhnya Allah Maha Kaya (tidak memerlukan) semesta alam.” (QS.  Ali Imran : 97).


Tingkatan kedua : Iman.

          Iman itu lebih dari tujuh puluh cabang. Cabang yang paling tinggi ialah syahadat. “ La Ilaha Illallah”, sedang cabang yang paling rendah ialah menyingkirkan gangguan dari jalan. Dan sifat malu adalah salah satu cabangnya iman.
          Rukun iman ada enam yaitu :
1.     Iman kepada Allah.
2.     Iman kepada para Malaikat-Nya.
3.     Iman kepada kitab-kitab-Nya.
4.     Iman kepada para Rasul-Nya.
5.     Iman kepada hari akhirat, dan
6.     Iman kepada qadar  ([7]), yang baik maupun yang buruk.

Dalil ke enam rukun ini, firman Allah ta’aala :
 ]ليس البر أن تولوا وجوهكم قبل المشرق والمغرب ولكن البر من آمن بالله والملائكة والكتاب والنبيين[.
“Berbakti (dan beriman) itu bukanlah sekedar menghadapkan wajahmu (dalam shalat) ke arah timur dan barat, tetapi berbakti (dan beriman) yang sebenarnya ialah iman seseorang kepada Allah, hari akhirat, para malalikat, kitab-kitab dan Nabi-Nabi…” (QS.  Al-Baqarah : 177).

         
Dan firman Allah ta’aala :
 ]إنا كل شيء خلقناه بقدر[
“Sesngguhnya segala sesuatu telah Kami ciptakan sesuai dengan qadar.” (QS. Al-Qamar : 49).


Tingkatan ketiga : Ihsan.

          Ihsan, rukunnya hanya satu, yaitu :
 ]أن تعبد الله كأنك تراه, فإن لم تكن تراه فإنه يراك[.
“Beribadahlah kepada Allah dalam keadaan seakan-akan kamu melihatNya. Jika kamu tidak melihat-Nya, maka sesungguhnya Dia melihatmu.” ([8]).
          Dalilnya, firman Allah ta’aala :
 ]إن الله مع الذين اتقوا والذين هم محسنون[
“Sesunggunya Allah besama orang-orang yang bertakwa dan orang-orang yang berbuat ihsan.” (QS.  An-Nahl : 128 )

 ]وتوكل على العزيز الرحيم  الذي يراك حين تقوم  وتقلبك في الساجدين إنه هو السميع العليم[
“Dan bertawakkallah kepada (Allah) Yang Maha Perkasa lagi Maha Penyayang, Yang melihatmu ketika kamu berdiri (untuk shalat) dan (melihat) perubahan gerak badanmu di antara orang-orang yang sujud. Sesungguhnya Dialah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetehui.” (QS.  Asy-syuaraa’ : 217-220).

 ]وما تكون في شأن وما تتلوا منه من قرآن ولا تعملون من عمل إلا كنا عليكم شهودا إذ تفيضون فيه[
“Dalam keadaan apapun kamu berada, dan (ayat) apapun dari Al-Qur’an yang kamu baca, serta pekerjaan apapun yang kamu kerjakan, tidak lain kami adalah menjadi saksi atasmu di waktu kamu melakukannya…”. (QS.  Yunus : 61).

          Adapun dalilnya dari sunnah, ialah hadits jibril ([9]) yang masyhur, yang diriwayatkan dari Umar bin Al-Khattab rodhiallohu ‘anhu :
          “Ketika kami sedang duduk di sisi Nabi shollallohu ‘alaihi wa sallam tiba-tiba muncul ke arah kami seorang laki-laki, sangat putih pakaiannya, hitam   pekat rambutnya tidak tampak pada tubuhnya tanda-tanda sehabis dari bepergian jauh dan tiada seorangpun diantara kami  yang mengenalnya. Lalu orang itu duduk di hadapan Nabi shollallohu ‘alaihi wa sallam dengan menyandarkan kedua lututnya pada kedua lutut beliau serta meletakkan kedua telapak tangannya di atas kedua paha beliau, dan berkata :
يا محمد, أخبرني عن الإسلام!
        “Ya Muhammad, beritahulah aku tentang Islam!”.
Maka Nabi menjawab :
أن تشهد أن لا إله إلا الله وان محمدا رسول الله وتقيم الصلاة, وتؤتي الزكاة,وتصوم رمضان, وتحج البيت إن استطعت إليه سبيلا
“Yaitu : bersyahadat bahwa tiada sesembahan yang haq selain Allah serta Muhammad adalah Rasulullah, mendirikan shalat, mengeluarkan zakat, melakukan shiyam pada bulan Ramadhan dan melaksanakan haji ke Baiullah jika mampu untuk mengadakan perjalanan ke sana.”
Lelaki itupun berkata :
صدقت
          “Benarlah engkau.”
          Kata Umar : “Kami merasa heran kepadanya, ia bertanya kepada beliau, tetapi juga membenarkan beliau.” Lalu ia berkata :
أخبرني عن الإيمان!
            “Beritahu aku tentang iman!”
          Beliau menjawab :
أن تؤمن بالله وملائكته وكتبه ورسله واليوم الآخر وتؤمن بالقدر خيره وشره
“Yaitu : beriman kepada Allah, para Malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, Rasul-rsul-Nya dan hari akhirat serta beriman kepada qadar yang baik dan yang buruk.”
          Orang itu pun berkata lagi : “Benarlah engkau.” Kemudian ia berkata :
اخبرني عن الإحسان!
          “Beritahu aku tentang ihsan!”
          Beliau mejawab :
أن تعبد الله كأنك تراه فإن لم تكن تراه فإنه يراك
“Yaitu : beribadahlah kepada Allah dalam keadaan seakan-akan kamu melihat-Nya. Jika kamu  tidak melihat-Nya, maka sesungguhnya Dia melihatmu.”
          Ia berkata lagi :
أخبرني عن الساعة!
          “Beritahulah aku tentang waktu kiamat!”
          beliau menjawab :
ما المسؤول عنها بأعلم من السائل
“Orang yang ditanya tentang hal tersebut tidak lebih tahu daripada orang yang menanyakannya.”
Maka  orang itupun berkata :
أخبرني عن أماراتها!
          “Beritahulah aku (sebagian dari) tanda-tanda kiamat itu!”
beliau mejawab :
أن تلد الأمة ربتها, وأن ترى العراة العالة رعاء الشاء يتطاولون في البنيان
“Yaitu : apabila ada budak  wanita melahirkan tuan puterinya dan apabila kamu melihat orang-orang tak beralas kaki, tak berpakaian sempurna, melarat lagi penggembala domba, saling bangga-membanggakan diri dalam membangun bangunan yang tinggi.”
          Kata Umar : “Lalu pergilah orang laki-laki itu, sementara kami berdiam diri saja dalam waktu yang lama, sehingga Nabi bertanya  :
يا عمر, أتدري من السائل؟
          “Hai Umar! Tahukah kamu, siapakah orang yang bertanya itu?”
          aku menjawab : “Allah dan rasulnya lebih mengetahui.”
          Beliau pun bersabda :
هذا جبريل, أتاكم يعلمكم أمر دينكم
“Dia adalah jibril, telah datang kepada kalian  untuk mengajarkan urusan agama kalian.” ([10]).

MENGENAL NABI MUHAMMAD
 shollallohu ‘alihi wa sallam

          Beliau adalah Muhammad bin Abdullah, bin Abdul Mutthalib, bin Hasyim. Hasyim adalah termasuk suku Quraisy, suku Quraisy termasuk bangsa Arab, sedang bangsa Arab termasuk keturunan Nabi Ismail, putera Nabi Ibarahim Al-Khalil. Semoga Allah melimpahkan kepadanya dan  kepada Nabi kita sebaik-baik shalawat dan salam.
          Beliau berumar 63 tahun; diantaranya 40 tahun sebelum beliau menjadi Nabi dan 23 tahun sebagai Nabi serta Rasul.
          Beliau diangkat sebagai Nabi dengan “iqra” ([11])dan diangkat sebagai Rasul dengan surah “Al- Mudatssir.”
          Tempat asal beliau adalah Makkah.
          Beliau diutus oleh Allah untuk menyampaikan peringatan untuk menjauhi syirik dan mengajak kepada tauhid. Firman Allah ta’aala :

 ]يا أيها المدثر  قم فأنذر  وربك فكبر  وثيابك فطهر  والرجز فاهجر ولا تمنن تستكثر ولربك فاصبر[.
“Wahai orang yang berselimut! Bangunlah, lalu sampaikanlah peringatan. Agungkanlah Robbmu. Sucikanlah pakaianmu. Tinggalkanlah berhala-berhala itu. Dan janganlah kamu memberi, sedang kamu menginginkan balasan yang lebih banyak. Serta bersabarlah untuk (memenuhi perintah) Tuhanmu.” (QS. Al-Mudatstsir : 1-7)

pengertian :
          “Sampaikanlah peringatan”, ialah : menyampaikan peringatan untuk menjauhi syirik dan mengajak kepada tauhid.
          “Agungkanlah Tuhanmu” : agungkanlah Ia dengan berserah diri dan beribadah kepada-Nya semata.
          “Tinggalkanlah berhala-berhala itu”, artinya : jauhkan serta bebaskan dirimu darinya dan orang-orang yang memujanya.

          Beliaupun melaksanakan perintah ini dengan tekun dan gigih selama sepuluh tahun, mengajak kepada tauhid. Setelah sepuluh tahun itu, beliau dimi’rajkan (diangkat naik) ke atas langit dan disyari’atkan kepada beliau shalat lima waktu. Beliau melakukan shalat di Makkah selama tiga tahun. Kemudian, sesudah itu, beliau diperintahkan untuk berhijrah ke Madinah.

          Hijrah, pengertiannya, ialah : pindah dari lingkungan syirik ke lingkungan Islami.
          Hijrah ini merupakan kewajiban yang harus dilaksanakan ummat Islam. Dan kewajiban tersebut hukumnya tetap berlaku sampai hari kiamat.

          Dalil yang menunjukkan kewajiban hijrah, yaitu firman Allah ta’aala :

 ]إن الذين توفاهم الملائكة ظالمي أنفسهم قالوا فيم كنتم  قالوا كنا مستضعفين في الأرض قالوا ألم تكن أرض الله واسعة فتهاجروا فيها  فأولئك مأواهم جهنم وساءت مصيرا[.
 ]إلا المستضعفين من الرجال والنساء والولدان لا يستطيعون حيلة ولا يهتدون سبيلا فأولئك عسى الله أن يعفو عنهم  وكان الله غفورا رحيما[.
“Sesungguhnya orang-orang yang diwafatkan oleh malaikat dalam keadaan zhalim terhadap diri mereka sendiri ([12]) , kepada mereka malaikat bertanya : ‘Dalam keadaan bagaimana kamu ini? Mereka menjawab : ‘Kami adalah orang-orang yang tertindas di negeri (Makah)’. Para malaikat berkata : ‘Bukankah bumi Allah itu luas, sehingga kamu dapat berhijrah (kemana saja) di bumi ini?. Maka mereka itu tempat tinggalnya neraka jahannam dan jahannam itu adalah seburuk-buruk tempat kembali. Akan tetapi orang-orang yang tertindas diantara mereka, seperti kaum lelaki dan wanita serta anak-anak yang mereka itu dalam keadaan tidak mampu menyelamatkan diri dan tidak mengetahui jalan (untuk hijrah), maka mudah-mudahan Allah memaafkan mereka. Dan Allah adalah Maha Pema’af lagi Maha Pengampun.” (QS. An-Nisa’ : 97-99)

dan firman Allah ta’aala :
 ]يا عبادي الذين آمنوا إن أرضي واسعة فإياي فاعبدون[.
          “Wahai hamba-hambaku yang beriman! Sesungguhnya, bumi-Ku adalah luas, maka hanya kepadaKu saja supaya kamu beribadah.” (QS.  Al-Ankabut : 56).

          Albaghawi ([13]) Rahimahullah, berkata : “Ayat ini, sebab turunnya, adalah ditujukan kepada orang-orang muslim yang masih berada di Makkah, yang mereka itu belum juga berhijrah. Karena itu, Allah menyeru kepada mereka dengan sebutan orang-orang yang beriman.”

          Adapun dalil dari sunnah yang menunjukkah kewajiban hijrah, yaitu sabda Rasulullah shollallohu ‘alaihi wa sallam:
لا تنقطع الهجرة حتى تنقطع التوبة, ولا تنقطع التوبة حتى تطلع الشمس من مغربها.
“Hijrah tetap akan berlangsung selama pintu taubat belum ditutup, sedang pintu taubat tidak akan ditutup sebelum matahari terbit dari barat.

          Setelah Nabi Muhammad shollallohu ‘alaihi wa sallam menetap di Madinah, disyari’atkan kepada beliau zakat, puasa, haji, adzan, jihad, amar ma’ruf dan nahi mungkar serta syari’at-syari’at Islam lainnya.
          Beliau pun melaksanakan perintah untuk menyampaikan hal ini dengan tekun dan gigih selama sepuluh tahun. Sesudah itu wafatlah beliau, sedang agamanya tetap dalam keadaan lestari.

          Inilah agama yang beliau bawa. Tiada suatu kebaikan yang tidak beliau tunjukkan kepada umatnya. Dan tiada suatu keburukan yang tidak beliau peringatkan supaya dijauhi. Kebaikan yang beliau tunjukkan ialah tauhid serta segala yang dicintai dan diridhai Allah; sedang keburukan yang beliau peringatkan supaya dijauhi ialah syirik serta segala yang dibenci dan dimurkai Allah.
          Nabi Muhammad shollallohu ‘alaihi wa sallam diutus oleh Allah kepada seluruh umat manusia, dan diwajibkan kepada seluruh jin dan manusia untuk mentaatinya.

          Allah ta’ala berfirman :
 ]قل يا أيها الناس إني رسول الله إليكم جميعا[
“Katakanlah : ‘Wahai mausia, sesungguhnya aku adalah utusan Allah kepada kamu semua.” (QS.  Al-A’raf : 158).

          Dan melalui beliau, Allah telah menyempurnakan agama-Nya untuk kita. Firman Allah ta’aala :
 ]اليوم أكملت لكم دينكم وأتممت عليكم نعمتي ورضيت لكم الإسلام دينا[.
“Pada hari ini ([14]), telah aku sempurnakan untukmu agamamu dan Aku lengkapkan kepadamu ni’matKu serta aku ridhai Islam itu mrnjadi agama bagimu.” (QS. Al-Ma’idah : 3).

          Adapun dalil yang menunnjukkan bahwa Nabi shollallohu ‘alaihi wa sallam juga wafat, ialah firman Allah ta’aala:
 ]إنك ميت وإنهم ميتون  ثم إنكم يوم القيامة عند ربكم تختصمون[
“Sesungguhnya kamu akan mati dan sesungguhnya mereka pun akan mati (pula). Kemudian sesungguhnya kamu nanti pada hari Kiamat berbantah-bantahan dihadapan Tuhanmu.” (QS. Az-Zumar : 30-31).

          Manusia sesudah mati akan dibangkitkan kembali. Dalilnya, firman Allah ta’aala :
 ]منها خلقناكم وفيها نعيدكم ومنها نخرجكم تارة أخرى[
“Berasal dari tanahlah kamu telah kami jadikan dan kepadanya kamu kami kembalikan, serta darinya kamu akan kami bangkitkan sekali lagi.” (QS.  Thaha : 55).

Dan firman Allah ta’aala :
 ]والله أنبتكم من الأرض نباتا ثم يعيدكم فيها ويخرجكم إخراجا[.
“Dan Allah telah menunbuhkan kamu dari tanah dengan sebaik-baiknya, kemudian Dia mengembalikan kamu kedalamnya (lagi) dan (pada hari kiamat) Dia akan mengeluarkan kamu dengan sebenar-benarnya.” (QS.  Nuh : 17-18).

          Setelah menusia dibangkitkan, mereka akan dihisab dan diberi balasan sesuai dengan perbuatan mereka.
          Firman Allah ta’aala :
 ]ولله ما في السماوات وما في الأرض ليجزي الذين أساؤوا بما عملوا ويجزي الذين أحسنوا بالحسنى[
“Dan hanya kepunyaan Allah apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi, supaya Dia memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat buruk sesuai dengan perbuatan mereka dan memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik dengan (pahala) yang lebih baik lagi (surga).” ( QS. An-Najm : 31).

          Barangsiapa yang tidak mengimani kebangkitan ini, maka dia adalah kafir.
          Firman Allah ta’aala :
 ]زعم الذين كفروا ان لن يبعثوا قل بلىوربي لتبعثن ثم لتنبؤن بما عملتم وذلك على الله يسير[
“Orang-orang yang kafir mengatakan bahwa mereka tidak akan dibangkitkan. Katakan : ‘tidaklah demikian. Demi Robbku, kamu pasti akan dibangkitkan dan niscaya akan diberitakan kepadamu apapun yang telah kamu kerjakan. Yang demikian itu adalah amat mudah bagi Allah.” (QS. At-Taghabun : 7).

          Allah telah mengutus semua Rasul sebagai pemberi kabar gembira dan pemberi peringatan.
          Sebagaimana firman Allah ta’aala :
 ]رسلا مبشرين ومنذرين لئلا يكون للناس على الله حجة بعد الرسل[
“(Kami telah mengutus) Rasul-rasul mejadi penyampai kabar gembira dan pemberi peringatan, supaya tiada lagi suatu alasan bagi mausia membantah Allah setelah (diutusnya) para Rasul itu.” (QS.  An-Nisa’ : 165).

          Rasul pertama adalah Nabi Nuh ‘alaihis salam  ([15]), dan Rasul terakhir adalah Nabi Muhammad shollallohu ‘alaihi wa sallam, serta beliaulah penutup para Nabi.

          Dalil yang meunjukkan bahwa Rasul pertama adalah Nabi Nuh, firman Allah ta’aala :
 ]إنا أوحينا إليك كما أوحينا إلى نوح والنبيون من بعده[.
“Sesungguhnya Kami mewahuyukan kepadamu (Muhammad) sebagaimana Kami telah mewahyukan kepada Nuh dan para Nabi sesudahnya…” (QS. An-nisa’ :163)

          dan Allah telah mengutus kepada setiap umat seorang Rasul, mulai dari Nabi Nuh sampai Nabi Muhammad, dengan memerintahkan kepada mereka untuk beribadah kepada Allah semata dan melarang mereka beribadah kepada thaghut. Allah ta’aala berfirman:

 ]ولقد بعثنا في كل أمة رسولا أن اعبدوا الله واجتنبوا الطاغوت[.
          “Dan sesungguhnya, Kami telah mengutus kepada setiap ummat seorang Rasul (untuk menyerukan) : Beribadahlah kepada Allah (saja) dan jauhilah thaghut itu.” (QS.  An-Nahl :36).

          Dengan demikian, Allah telah mewajibkan kepada seluruh hamba-Nya supaya bersikap kafir kepada thaghut dan hanya beriman kepada-Nya saja.
          Ibnu Al-Qayyim ([16]) Rahimahullah Ta’ala telah menjelaskan pengertian thaghut dengan mengatakan :

( الطاغوت : ما تجاوز به العبد حده من معبود، أو متبوع، أو مطاع ).
          “Thaghut, ialah segala sesuatu yang diperlakukan menusia secara melampaui batas (yang telah ditentukan oleh Allah), seperti dengan disembah, atau diikuti, atau dipatuhi.”

          Thaghut itu banyak macamnya, tokoh-tokohnya ada lima :
1-    Iblis, yang telah dilaknat oleh Allah,
1.     Orang yang disembah, sedang ia sendiri rela,
2.     Orang yang mengajak manusia untuk menyembah dirinya,
3.     Orang yang mengaku tahu sesuatu yang ghaib,
4.     Orang yang memutuskan sesuatu tanpa berdasarkan hukum yang telah diturunkan oleh Allah.
Allah ta’aala berfirman :
 ]لا إكرا في الدين قد تبين الرشد من الغي فمن يكفر بالطاغوت ويؤمن بالله فقد استمسك بالعروة الوثقى لا انفصام لها والله سميع عليم[
“Tiada paksaan dalam (memeluk) agama ini. Sungguh telah jelas kebenaran dari kesesatan. Untuk itu, barangsiapa yang ingkar kepada thaghut dan iman kepada Allah, maka dia benar-benar telah berpegang teguh dengan tali yang amat kuat, yang tidak akan terputus tali itu. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (QS. Al-Baqarah ; 256).

          Ingkar kepada semua thaghut dan iman kepada Allah saja, sebagaimana dinyatakan dalam ayat tadi, adalah hakekat syahadat “La Ilaha Illallah”.
          Dan diriwayatkan dalam hadits, Rasulullah shollallohu ‘alaihi wa sallam bersabda :

رأس هذا الأمر الإسلم، وعموده الصلاة، وذروة سنامه الجهاد في سبيل الله.
          “Pokok agama ini adalah Islam ([17]), dan tiangnya adalah shalat, sedang ujung tulang punggungnya adalah jihad fi sabilillah ([18]).

          Hanya Allahlah yang Maha Tahu. Semoga shalawat dan salam senantiasa dilimpahkan Allah kepada Nabi Muhammad, kepada keluarga dan para sahabatnya.



([1] ) lihat Ibnu Katsir, Tafsir Al-Qur’anul Azhim, (Cairo: Maktabah Dar At-turats, 1400H), jilid 1 hal, 57.
([2] ) lihat Ibnu Katsir, Tafsir Al-Qur’anul Azhim, (Cairo: Maktabah Dar At-turats, 1400H), jilid 1 hal, 57.
([3] ) Islam, yang dimaksud disini, adalah: syahadat, shalat, shiyam, zakat dan haji.
([4] ) Hadits riwayat At-Tirmizi dalam Al-Jami’ Ash-Shahih, kitab -Da’awat, bab 1.
        Dan maksud hadis ini: bahwa segala macam ibadah, baik yang umum maupun yang khusus, yang dilakukan seorang mu’min, seperti: mencari nafkah yang halal untuk keluarga, menyantuni anak yatim dll. Semestinya diiringi dengan permohonan ridha Allah dan pengharapan balasan ukhrawi. Oleh karena itu do’a (permohonan dan pengharapan tersebut) disebut oleh Rasulullah shollallohu ‘alaihi wa sallam sebagai sari atau otak ibadah, karena senantiasa harus mengiringi gerak ibadah.
([5] ) hadits riwayat At-Tirmizi dalam Al-Jami’ Ash-Shohih, kitab syafaat Al-Qiyamah War-Raqoiq Wal-Wara’, bab 59. dan riwayat Imam Ahmad Musnad (Beirut; Al-Maktab Al-Islami, 1403 H), jillid 1, hal, 293, 303, 307
([6] ) Hadits riwayat Muslim dalam Shohihnya, kitab Al-Adhahi, bab 8. dan riwyat Imam Ahmad dalam Al-Musnad, jilid 1, hal. 108 dan 152.
([7] ) Qadar ialah : takdir, ketentuan Ilahi, yaitu : iman bahwa segala sesuatu yang terjadi di alam semesta ini adalah diketahui, dicatat, dikehendaki dan dijadikan oleh Allah ta’aala.
([8] ) Pengertian Ihsan tersebut merupakan penggalan dari hadits jibril, yang dituturkan oleh Umar  bin Al-Khattab rodhiallohu ‘anhu, sebagaimana akan disebutkan.
([9] ) disebutkan hadits Jjibril, karena Jibrillah yang datang kepada Rasulullah shollallhu ‘alaihi wa sallam dengan menanyakan kepada beliau tentang Islam, Iman , Ihsan dan masalah hari kiamat. Hal itu dimaksudkan untuk memberikan pelajaran kepada kaum  Muslimin tentang masalah-masalah agama.
([10] ) Hadirs riwayat Muslim dalam shahih-nya, kitab al-Iman, bab 1 hadits ke-1. dan diriwayatkan juga hadits dengn lafazh seperti ini dari Abu Hurairah oleh Al-Bukhari dalam shahihnya, kitab Al-Iman, bab 37, hadits ke-1.
([11] ) Yakni surt Al-Alaq 1-5.
([12] ) Yang dimaksud dengan zhalim terhadap diri mereka sendiri dalam ayat ini, ialah orang-orang penduduk Makkah yang sudah masuk Islam tetapi mereka tidak mau  hijrah bersama Nabi, padahal mereka mampu dan sanggup. Mereka ditindas dan di paksa oleh orang-orang kafir supaya ikut bersama mereka pergi ke perang badar, akhitnya ada diantara mereka yang terbunuh.
([13] ) Abu Muhammad : Al-Husain bin Mas’ud bin Muhammad Al-Farra’, atau Ibnu Al-Farra’, Al-Baghawi (436-510H= 1044-1117 M). seorang ahli dalam bidang fiqh, hadits dan tafsir. Diantara karyanya : At-Tahdzib (fiqh), Syarh As-sunnah (hadits), Lubab At-Tawil fi ma’alim at-tanzil (tafsir).
([14] ) Maksudnya, adalah hari Jum’at ketika wuquf di arafah, pada waktu haji wada’.
([15] ) Selain dalil dari alqur’an yang disebutkan penulis, yang meunjukkan bahwa Nabi Nuh adalah Rasul pertama, disana ada juga hadis shahih yang menyetakan bahwa Nabi Nuh adalah rasul pertma yang dirutus kepada penduduk bumi ini, seperti hadits riwayat Al-bukhari dalam shohih nya, kitab Al-Anbiya’, bab 3, dan riwayat Muslim dalam shahihnya, kitab Al-Iman bab 84.
Adapun Nabi Adam ‘alaihis salam, meurut sebuah hadits yang diriwayatkan dari Abu Dzar al-ghifari R.A, beliau adalah nabi pertama. Dn disebutkan dalam hadits ini bahwa jumlah para Nabi ada 124 ribu orang, dari jumlah tersebut sebagai Rasul 315 orang, dan dalam riwayat lain desebutkan lebih dari 312 orang. Lihat : Imam Ahmad, Al-Musnad, jilid 5, hal, 178, 179 dan 265.
([16] ) Abu Abdillah : Muhamad bin Abu Bakar bin Ayyub bin Sa’ad  Az-zur’i Ad-dimasyqi, terkenal dengan Ibnu Al-qayyim atau Ibnu Qayim al-Jauziyah (691-751 H = 1292-1350 M). seorang ulama yang giat dan gigih dalam mengajak ummat Islam pada zamannya untuk kembali lepada tuntunan Al-Qur’an dn Sunnah serta mengikuti jejeak par salafus shaleh. Mempunyai banyak karya tulis, antara lain : Madarij-assalikin, Zaad Al-Ma’ad, Thariq Al-Hijratain wa Baab As-sa’adatain, At-tibyan fi Aqsam Al-Qur’an, Miftah Dar As-sa’adah.
([17] ) Silahkan melihat kembali pengertian Islam yang disebutkan oleh penulis pada hal 23.
([18] ) Hadits shahih riwayat At-thabrani dari Ibnu Umar t dan riwayat At-tirmizi dalam Al-Jami’ As-Shahih, kitab Al-Iman, bab 8.